Anggota Regu Kampanye Nasional( TKN) Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming, Budiman Sudjatmiko, memiliki tafsir tertentu atas pesan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal orang toxic di pemerintahan mendatang. Budiman menyebut orang toxic yang diartikan Luhut merupakan orang tertentu, bukan partai politik.
Yang aku bayangkan bisa jadi Pak Luhut berdialog orang- orang ataupun unsur- unsur yang tidak menunjang keberlanjutan, keberlangsungan, begitu. Aku kira dalam kerangka itu serta tidak dalam frekuensi yang sama dalam mengusung keberlanjutan sebagaimana yang sudah di informasikan dalam kampanye Pak Prabowo serta Mas Gibran, kata Budiman kepada wartawan, Pekan( 5/ 5/ 2024).
” Yang tidak menunjang hilirisasi, digitalisasi. Tidak menunjang optimalisasi sumber energi manusia, makan siang free, IKN, ya bisa jadi orang yang tidak menunjang itu. Itu kan yang jadi tema- tema utama kampanye Pak Prabowo serta Mas Gibran,” imbuhnya.
Budiman tidak mengatakan secara khusus orang mana yang diartikan. Tetapi, ia berkata orang itu sepanjang ini sering melanda gagasan Prabowo- Gibran secara terbuka.
” Aku menyangka Pak Luhut mereka yang tidak menunjang seperti itu, kira- kira. Yang sepanjang ini senantiasa terbuka melanda itu. Aku kira itu,” ucapnya.
Budiman tidak percaya yang toxic semacam diartikan Luhut merupakan partai politik.
” Kita bicara orang ya, kita tidak bicara partai. Yang diartikan Pak Luhut itu kan orang ya,” kata ia.
Lebih lanjut, Budiman menyangka Prabowo serta Luhut menguasai orang semacam apa yang bisa mengganggu pemerintahan ke depan. Bagi ia, orang tersebut tidak serta- merta ditautkan dengan lembaga politiknya.
” Aku kira itu Pak Prabowo serta Pak Luhut yang mengenali itu. Individu- individu itu kan pula di partai besar yang macam- macam pula metode berpikirnya. Bisa jadi, dapat saja, misalnya nih, contohkan NasDem. Bisa jadi terdapat orang dari NasDem yang secara individual sesungguhnya menunjang program- program kita. Dapat saja semacam itu, misalnya semacam itu,” cerah Budiman.
” Serta Pak Prabowo, dalam bayangan aku, berupaya memandang kalau di partai- partai itu terdapat pula individu- individu yang diajak ngobrol. Jadi jika kita bicara soal keterlibatan dalam pemerintahan, itu prerogatif presiden. Jadi presiden dapat memandang, pasti anjuran dari Pak Luhut dicermati, semestinya, catatan buat individu- individu yang tidak jadi toxic. Serta aku kira Pak Prabowo tidak hendak pula bawa toxic ke dalam pemerintahannya,” pungkasnya.
Menjaga Ruang untuk Diskusi Luhut Terbuka
Menurut Sudjatmiko, memahami kompleksitas individu dan masyarakat adalah kunci untuk membangun dialog yang sehat dan inklusif. Dia berpendapat bahwa mengklasifikasikan seseorang sebagai “toxic” tanpa memahami latar belakang atau motivasi mereka dapat menghambat kemajuan dalam mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu yang kompleks.
Perlunya Pendekatan yang Berimbang
Sudjatmiko menekankan bahwa dalam menghadapi perbedaan pendapat atau sikap, penting untuk mengadopsi pendekatan yang lebih berimbang dan toleran. Menghindari penyalahgunaan istilah “toxic” dan memberikan ruang bagi dialog yang terbuka dan bermakna dapat membantu masyarakat untuk tumbuh dan berkembang secara positif.
Kesimpulan: Memperluas Perspektif terhadap Orang “Toxic”
Pernyataan kontroversial Luhut Binsar Pandjaitan tentang individu “toxic” telah memicu debat yang luas dalam masyarakat. Namun, melalui tinjauan kritis Budiman Sudjatmiko, kita diingatkan akan pentingnya tidak menggeneralisasi atau menyalahgunakan istilah tersebut. Penting untuk memperluas perspektif kita dan memberikan ruang bagi dialog yang inklusif dan berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap kompleksitas individu dan masyarakat secara keseluruhan.